Resensi buku

                  Sukreni Gadis Bali

A. Identitas buku
Judul buku              : Sukreni Gadis Bali
Pengarang              : A.A. Panji Tisna
Penerbit                  : Balai Pustaka
Jumlah halaman   : 100
Harga Buku            : 35.000

B. Pendahuluan
    Anak Agung Pandji Tisna lahir di Singaraja, 11 Februari 1908. Anak Agung Pandji Tisna  menempuh pendidikan di HIS Singaraja, Mulo Batavia, 1923 belajar bahasa Inggris di Surabaya. Pada tahun 1925 ia menjadi pedagang kopra, dan tahun 1935 ia membuka sekolah rendah berbahasa Belanda De Sisya Pura School, menjadi guru bahasa Inggris di sekolah Pertiwi Putra, mengarang lagu dan menjadi pemain biola pada sebuah orkes komedi Stambul, tetapi berhenti karena menginsafi bahaya pada moral dari profesi tersebut. Pindah ke kebun kelapa milik ayahnya di tepi pantai yang sekarang disebut Lovina Beach. Sewaktu ingin ke Wina, di Singapura penyakit matanya kambuh sehingga menyebabkan matanya buta. Pada tahun 1973 menjadi pemimpin redaksi Majalah Jatayu ang disebut perkumpulan Bali Dharma Laksana.

C. Isi novel
     1.Ringkasan
         Ini sebuah novel yang menceritakan kehidupanmasyarakat Bali yang keras dan kejam. Seorang ibu yang hanya mementingkan keuntungan materi yang bakal diperolehnya secara tidak sadar telah menjual anak gadisnya sendiri.Di pinggir jalan kecil yang berkelok-kelok, di antara kebun kebun kelapa menuju ke Bingin banjah, desa yang belum dapat disebut Desa benar, hanya sekumpulan rumah-rumah orang Tani saja, adalah sebuah kedai. Jalan kecil itu ialah Jalan Desa saja, tidak terpelihara dengan seksama sebagai jalan raya di tepi kebun-kebun sebelah utara yang beralas dengan batu serta dikeraskan.
       Jadi hanya sekali dua kali itu ramainya jalan desa yang berlumpur pada musim penghujan dan berdebu pada musim kemarau itu. Ketika jalan itu ramai,  banyak orang melepaskan lelah dan makan minum disitu. Kebun kelapa disitu amat luas-luas serta amat suburnya.  Tidak berhentinya orang memetik kelapa di daerah itu. Banyaknya merekah ada dua puluh lima orang. Tukang panjat itu gemar akan makanan yang enak-enak sedang makan,  mereka itu be cerita-cerita. Karenanya lama jua mereka menghadapi makanan dan minuman itu. Beberapa botol tuak tiap-tiap hari habis disitu. Demikianlah keadaan warung itu.
        Jalan kecil itu sebagai sungai rupanya, karena malam hari turun hujan dengan lebatnya. Oleh karena itu seorang pun tak ada lalu disitu, sepi. Tetapi walaupun demikian asap kedai itu mengepul jua ke udara, dan Men Negara berseru memanggil-manggil dengan sibuknya. Sebuah meja terletak di tengah-tengah, di atasnya ada beberapa buah botol dan toples berisi berbagai-bagai benda, sebagai benang, sabun yang murah-murah harganya, rokok kretek.
       Men Negara terpanjat mendengar kata orang itu, seolah-olah ia yang tertangkap atau sekurang-kurangnya tercampur dalam perkara panpurni itu. Seorang dia orang masuk ke luar kedai itu. Sekalian datang dahulu telah pergi, kecuali 1 gerundung yang masih duduk telekung seorang dirinya. Sebagai pengharapan Men Negara, hari bertambah cerah jua. Sinar matahari telah mulai memanaskan isi alam. Burung bersiul dengan girang, sanghiang surya telah menampakkan dirinya.
       Kebun tersebut adalah milik Ida Gde Swamba, yang tak lain adalah pria yang dicintai oleh Ni Negari. Namun Men Negara lebih menginginkan anak gadisnya itu menikah dengan I Gusti Made Tusan, seorang menteri polisi Temukus, yang belum pernah bertemu langsung dengan Ni Negari walaupun sang menteri polisi telah beberapa kali mengunjungi kedai Men Negara. Ni Negari canggung untuk melayaninya karena I Gusti Made Tusan adalah seorang yang berpangkat
        Ni Sukreni melahirkan anak bernama I Gustam. Tapi perangai I Gustam sangatlah buruk. Ia suka sekali bermain-main dan meninggalkan sekolahnya. Ia suka memukul ibunya sendiri Ni Sukreni serta suka terhadap perbuatan-perbuatan yang tidak baik. Sampai suatu ketika ia masuk penjara selama dua tahun karena mencuri di kedai orang.Perubahan nama itu dimaksudkan agar Ni Sukreni tak dapat diketahui lagi oleh ibunya. Mengetahui hal itu membuat Man Negara sangat menyesali perbuatannya. Sukreni tidak kembali ke kampungnya karena dia merasa malu dengan apa yang telah terjadi pada dirinya. Ia mengembara entah kemana. Namun, Pan Gumiarning, salah seorang sahabat ayahnya, mau menerima Ni Sukreni untuk tinggal di rumahnya. Tak lama kemudian. Ni Sukreni melahirkan seorang anak dari hasil perbuatan jahat I Gusti Made Tusan. Anak itu diberi nama I Gustam.
        Tidak disangka takdir mempertemukan kembali Sukreni dengan I Gde Swamba, pertemuan itu berkat pertolongan I Made Aseman yang pada waktu itu sedang menjalani hukuman di Singaraja. I Gde Swamba berjanji akan membiayai kehidupan I Gustam meski anak itu bukan anak kandungnya. I Gustam tumbuh menjadi seorang pemuda yang memiliki perangai dan tabiatkasar, bahkan dia berani memukul ibunya. Setelah dewasa, ia mencuri sampai akhirnya masuk tahanan polisi. Didalam tahanan, I Gustam justru banyak memperoleh pelajaran cara merampok dari I Sintung, salah seorang perampok dan penjahat berat yang sudah terkenal keganasannya, ahli dalam hal perampokan dan kejahatan
       Lalu setelah keluar dari penjara, ia melanjutkan aksinya yaitu menjadi perampok. Perampok yang amat ditakuti oleh orang dan menjadi incaran polisi. I Gustam menjadi ketua perampokan dan namanya berganti menjadi I Teguh, Si Kebal, karena ia teramat tangkas berkelahi. Saat itu mereka akan melakukan perampokan di desa Men Negara Tinggal.
       Sementara itu para perampok kabur setelah sebelumnya membakar kedai Men Negara.Tembak-menembak dan bunuh-membunuh antara polisi dan perampok pun berlangsung malam itu. I Gusti Made Tusan yang termasuk salahsatu diantara polisi yang bertugas, berhasil membunuh beberapa perampok. Dan akhirnya I Gusti Made Tusan berhadapan dengan I Gustam. I Gusti Made Tusan tidak mengetahui bahwa I Gustam adalah anaknya. Begitu pula I Gustam yang tidak tahu bahwa polisi di hadapannya adalah ayahnya. Lalu terjadilah saling membunuh diantara mereka. Ayah dan anak itu pun tewas.
       Setelah kejadian itu Men Negara yang telah renta dimakan usia hidup di jalanan. Tanah menjadi tempat tidurnya sehari-hari. Dirinyalah yang ia ajak bercakap-cakap sendiri, seolah sedang sibuk melayani pengunjung kedai seperti biasanya. Ternyata, kobaran api di kedainya kemarin malam telah melalap habis ingatannya.

D. Unsur intrinsik
     1. Tokoh
            a.  Sukreni – Penakut
                  Kutipan  : "dia tidak berani" (hal-43)
            b. Ni Negari – lemah lembut
                 Kutipan  :  "Ni Negari dengan senyumnya yang dapat
                                     Menggoyangkan iman di dada" (hal-19)
            c. Men Negara – peduli
                 Kutipan   :  "kata Men Negara dengan cemas nya"(hal-11)
            d. I Gedhe – Pemarah
                 Kutipan  : "Kata I Gedhe dengan marah" (hal-24)
     2. Alur    :  Alur yang digunakan dalam novel ini adalah alur  maju
     3. Latar
          a. Latar tempat : Kebun kelapa
          Kutipan   :   "Kebun kepala disitu amat luas-luas serta
                               amat suburnya" (Hal-10)
          b.  Latar suasana  : Senang
          Kutipan : "Men Negara menarik nafas, senanglah
                            pikirnnya(Hal-14)
          c. Latar waktu : Musim penghujan
              Kutipan : "Dalam waktu penghujan jalan desa
                               berlumpur-lumpur(Hal-9)
    4. Sudut pandang : Sudut pandang yang digunakan
                                      dalam novel ini adalah sudut pandang orang ketiga.
    5. Gaya bahasa : Gaya bahasa yang digunakan adalah
                                  menggunakan kata yang mudah dipahami.
    6. Amanat   :   Jangan lah bersikap sombong, jahat terhadap
                             sesuatu hal sebab ada saatnya mereka akan
                             mendapat ganjarannya di akhirat nanti.

E. Unsur Ekstrinsik
    Nilai agama  :   Kita tidak boleh buta hanya karena harta karena harta kita hanyalah sebuah titipan dari  Tuhan
    Nilai moral   :    Hendaklah kita melakukan kebaikan kepada semua orang ,dan jangan sekali-kali kita
                               membuat orang lain susah.

F. Keunggulan   :   Penulisannya sangat mudah dipahami dan mampu di cerna

G. Kelemahan   :   penggunaan bahasa dalam novel ini cenderung menggunakan gaya bahasa lama, dan  bahasanya bertele-tele, sehingga sangat sulit untuk dipahami.

H. Hal menarik    : Novel ini cocok dibaca sebab novel ini mengajarkan kita supaya lebih menjaga diri dari tipu daya orang yang tak dipercaya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Autobiografi